Edy Wuryanto Soroti Daya Saing dan Standar Pendidikan Spesialis Rumah Sakit Vertikal di Indonesia
13-11-2024 /
KOMISI IX
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI dengan Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, dan Direktur Utama Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024). Foto: Geraldi/vel
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, memberikan apresiasi atas kemajuan pesat yang dicapai oleh rumah sakit vertikal di Indonesia, salah satunya adalah Rumah Sakit Karyadi. Meskipun demikian, ia menyoroti sejumlah isu penting terkait rumah sakit vertikal di Indonesia, khususnya dalam hal daya saing layanan manajemen kesehatan dan standar pendidikan spesialis.
Hal itu disampaikan Edy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI dengan Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, dan Direktur Utama Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Berdasarkan laporan yang diterimanya, ketimpangan distribusi tenaga medis, terutama dokter spesialis menjadi salah satu tantangan besar dalam sistem kesehatan Indonesia. Ia menekankan bahwa jika masalah ini tidak segera diatasi, masyarakat di daerah terpencil atau luar Jawa akan kesulitan mengakses layanan kesehatan yang berkualitas. Banyak warga harus datang ke kota besar, seperti Jakarta, untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
"Jangan sampai seluruh pasien hanya bisa berobat di rumah sakit vertikal yang ada di Jawa. Banyak masyarakat di daerah lain, bahkan pelosok tanah air, yang membutuhkan akses kesehatan, namun mereka terpinggirkan karena rumah sakit yang bisa menangani penyakit mereka hanya ada di Jawa," ungkap Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu.
Selain itu, Edy juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai adanya persaingan tidak sehat antara pendidikan spesialis berbasis rumah sakit dan universitas. Menurutnya, jika ketimpangan ini tidak segera ditangani, kualitas layanan manajemen kesehatan di masa depan bisa menurun.
"Saya khawatir ada perbedaan standar dalam input, proses, output, dan hasil pendidikan antara yang berbasis rumah sakit dan yang berbasis universitas. Hal ini bisa berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan, dan tentu saja akan berpengaruh pada masyarakat," tegasnya.
Untuk itu, Edy mengingatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar segera merumuskan regulasi yang dapat menyeragamkan perlakukan dan standar pendidikan spesialis, baik yang berbasis universitas maupun rumah sakit. Ia menegaskan, perbedaan yang ada harus dihindari agar tidak terjadi ketidakadilan dalam pelayanan manajemen kesehatan rumah sakit di seluruh Indonesia.
Di sisi lain, Edy menegaskan bahwa rumah sakit vertikal tidak hanya memiliki peran dalam memberikan pelayanan kesehatan, tetapi juga harus berperan dalam pendidikan tenaga medis. Integrasi antara pendidikan dan pelayanan di rumah sakit harus berjalan seiring untuk memastikan kualitas pelayanan dan pendidikan yang seimbang.
"Pendidikan dan pelayanan harus berjalan beriringan. Rumah sakit vertikal harus menjadi model yang tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas, tetapi juga menghasilkan dokter spesialis yang kompeten untuk seluruh Indonesia," tuturnya.
Menutup pernyataannya, Edy menekankan pentingnya perbaikan sistem kesehatan Indonesia secara menyeluruh, dengan fokus pada daya saing rumah sakit, distribusi tenaga medis, dan kualitas pendidikan tenaga kesehatan. Setiap aspek ini, menurutnya, berkontribusi pada terciptanya ekosistem layanan kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Edy juga mengingatkan para direktur rumah sakit vertikal di Indonesia untuk membangun ekosistem layanan kesehatan yang efektif dan efisien. "Para direktur rumah sakit vertikal harus berperan aktif dalam menciptakan sistem manajemen yang baik. Jika mereka tidak memahami bagaimana mengelola ekosistem rumah sakit dengan baik, maka semua catatan yang kami sampaikan di Komisi IX hanya akan menjadi teori belaka," pungkasnya. (ums/rnm)